Kamis, 08 April 2010

Prasangka



PRASANGKA SOSIAL

Menurut Sears et all, (1985) prasangka sosial adalah penilaian terhadap kelompok atau seorang individu yang terutama didasarkan pada keanggotaan kelompok tersebut, artinya prasangka sosial ditujukan pada orang atau kelompok orang yang berbeda dengannya atau kelompoknya. Prasangka sosial memiliki kwalitas suka dan tidak suka pada obyek yang diprasangkainya, dan kondisi ini akan mempengaruhi tindakan atau perilaku seseorang yang berprasangka tersebut. Selanjutnya Kartono, (1981) menguraikan bahwa prasangka merupakan penilaian yang terlampau tergesa-gesa, berdasarkan generalisasi yang terlampau cepat, sifatnya berat sebelah dan dibarengi tindakan yang menyederhanakan suatu realitas.
Prasangka sosial menurut Papalia dan Sally, (1985) adalah sikap negatif yang ditujukan pada orang lain yang berbeda dengan kelompoknya tanpa adanya alasan yang mendasar pada pribadi orang tersebut. Lebih lanjut diuraikan bahwa prasangka sosial berasal dari adanya persaingan yang secara berlebihan antar individu atau kelompok. Selain itu proses belajar juga berperan dalam pembentukan prasangka sosial dan kesemuanya ini akan terintegrasi dalam kepribadian seseorang.
Allport, (dalam Zanden, 1984) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan suatu sikap yang membenci kelompok lain tanpa adanya alasan yang obyektif untuk membenci kelompok tersebut. Selanjutnya Kossen, (1986) menguraikan bahwa prasangka sosial merupakan gejala yang interen yang meminta tindakan prahukum, atau membuat keputusan-keputusan berdasarkan bukti yang tidak cukup. Dengan demikian bila seseorang berupaya memahami orang lain dengan baik maka tindakan prasangka sosial tidak perlu terjadi.
Berbicara mengenai prasangka sosial sebenarnya tidak dapat dipisahkan dari sikap. Sebagaimana diuraikan oleh Sherif dan Cantril, (dalam Mar’at, 1981) bahwa problematik prasangka itu sebenarnya merupakan masalah sikap secara
khusus, sehingga dalam membahas prasangka sosial tidak terlepas dari masalah sikap.
Sikap ialah suatu hal yang menentukan sifat dan hakekat perbuatan seseorang, baik perbuatan saat ini maupun dimasa yang akan datang. Menurut Newcomb et all, (1981) sikap merupakan suatu kesatuan kognisi yang mempunyai daya tarik psikologis (valensi) dan akhirnya terintegrasi dalam pola yang lebih luas. Selanjutnya Gerungan, (1988) menguraikan sikap sebagai perasaan terhadap obyek tertentu yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap tersebut.
Sikap memiliki tiga macam aspek yakni; aspek kognitif, aspek affektif, aspek konatif clan ketiga aspek ini saling berkaitan satu sama lain, (Mar’at, 1981).
1. Aspek kognitif
Sikap yang berhubungan dengan gejala mengenai pikiran. Aspek ini senantiasa dikaitkan dengan kejadian-kejadian yang berdiri sendiri dan sikap interdependensi. Dalam hubungan ini kejadian-kejadian yang kongkrit dan determinant mewarnai kejadian tertentu berdasarkan dimensi kognitif.
2. Aspek Affektif
Aspek ini berwujud proses yang menyangkut perasaan- perasaan tertentu seperti ketakutan, kedengkian, simpati, antipati dan sebagainya yang ditujukan pada obyek tertentu. Ada tiga faktor yang menjadikan seseorang berprasangka dalam hal ini yakni; perasaan, tindakan dan analisa. Dalam sikap afektif ini, ego seseorang selalu berperan dan selalu mempengaruhi ketiga faktor tersebut, sehingga terbentuklah prasangka berdimensi afektif.
3. Aspek konatif
Aspek konatif ini berwujud kecenderungan untuk berbuat sesuatu misalnya kecenderungan memberi, kecenderungan menjauhkan dan sebagainya. Komponen ini merupakan ekspresi dari komponen kognitif dan affektif. Tindakan seseorang akan dipengaruhi penalaran dan perasaannya, demikian halnya dengan prasangka sosial.
Dari uraian tersebut di atas dapat disarikan bahwa prasangka sosial merupakan sikap yang ataupun perasaan-perasaan negatif yang ditujukan kepada orang lain atau kelompok orang lain yang menjadi obyek prasangka tersebut. Prasangka sosial akan mempengaruhi tindakan seseorang dalam berbagai hal dan prasangka sosial biasanya merupakan penilaian yang tidak obyektif, dengan kata lain didasarkan pada penilaian yang tergesa-gesa.
Prasangka sosial berkaitan erat dengan komponen-komponen sikap yakni komponen kognitif, afektif, konatif. Prasangka sosial erat kaitannya dengan perasaan subyektif seseorang yang ditujukan pada orang lain atau kelompok tertentu.

2. Penyebab Timbulnya Prasangka Sosial
Menurut Blumer, (dalam Zanden, 1984) salah satu penyebab terjadinya prasangka sosial adalah; adanya perasaan berbeda dengan kelompok lain atau orang lain misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas.
Berkaitan dengan kelompok mayoritas dan minoritas tersebut di atas Mar’at, (1988) menguraikan bahwa prasangka sosial banyak ditimbulkan oleh beberapa hal sebagai berikut :
Kekuasaan faktual yang terlihat dalam hubungan kelompok mayoritas dan minoritas.
• Fakta akan perlakuan terhadap kelompok mayoritas dan minoritas.
• Fakta mengenai kesempatan usaha antara kelompok mayoritas dan minoritas. - Fakta mengenai unsur geografik, dimana keluarga kelompok mayoritas dan minoritas menduduki daerah-daerah tertentu.
• Posisi dan peranan dari sosial ekonomi yang pada umumnya dikuasai kelompok mayoritas.
• Potensi energi eksistensi dari kelompok minoritas dalam mempertahankan hidupnya.
Prasangka sosial terhadap kelompok tertentu bukanlah suatu tanggapan yang dibawa sejak lahir tetapi merupakan sesuatu yang dipelajari, (Kossen, 1986) seseorang akan belajar dari orang lain atau kelompok tertentu yang menggunakan jalan pintas mental prasangka. Jadi, seseorang memiliki prasangka terhadap orang lain karena terjadinya proses belajar.

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prasangka Sosial
Proses pembentukan prasangka sosial menurut Mar’at (1981) dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu;
1. Pengaruh Kepribadian
Dalam perkembangan kepribadian seseorang akan terlihat pula pembentukan prasangka sosial. Kepribadian otoriter mengarahkan seseorang membentuk suatu konsep prasangka sosial, karena ada kecenderungan orang tersebut selalu merasa curiga, berfikir dogmatis dan berpola pada diri sendiri.
2. Pendidikan dan Status
Semakin tinggi pendidikan seseorang dan semakin tinggi status yang dimilikinya akan mempengaruhi cara berfikirnya dan akan meredusir prasangka sosial.
3. Pengaruh Pendidikan Anak oleh Orangtua
Dalam hal ini orangtua memiliki nilai-nilai tradisional yang dapat dikatakan berperan sebagai famili ideologi yang akan mempengaruhi prasangka sosial.
4. Pengaruh Kelompok
Kelompok memiliki norma dan nilai tersendiri dan akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial pada kelompok tersebut. Oleh karenanya norma kelompok yang memiliki fungsi otonom dan akan banyak memberikan informasi secara realistis atau secara emosional yang mempengaruhi sistem sikap individu.
5. Pengaruh Politik dan Ekonomi
Politik dan ekonomi sering mendominir pembentukan prasangka sosial. Pengaruh politik dan ekonomi telah banyak memicu terjadinya prasangka sosial terhadap kelompok lain misalnya kelompok minoritas.
6. Pengaruh Komunikasi
Komunikasi juga memiliki peranan penting dalam memberikan informasi yang baik dan komponen sikap akan banyak dipengaruhi oleh media massa seperti radio, televisi, yang kesemuanya hal ini akan mempengaruhi pembentukan prasangka sosial dalam diri seseorang.
7. Pengaruh Hubungan Sosial
Hubungan sosial merupakan suatu media dalam mengurangi atau mempertinggi pembentukan prasangka sosial.
Sehubungan dengan proses belajar sebagai sebab yang menimbulkan terjadinya prasangka sosial pada orang lain. maka dalam hal ini orang tua dianggap sebagai guru utama karena pengaruh mereka paling besar pada tahap modeling pada usia anak-anak sekaligus menanamkan perilaku prasangka sosial kepada kelompok lain. Modeling sebagai proses meniru perilaku orang lain pada usia anak-anak, maka orang tua dianggap memainkan peranan yang cukup besar. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Ashmore dan DelBoka, (dalam Sears et all, 1985) yang menunjukkan bahwa orang tua memiliki peranan yang penting dalam pembentukan prasangka sosial dalam diri anak. Jadi, terdapat korelasi antara sikap etnis dan rasial orang tua dengan sikap etnis dan rasial pada diri anak.
Dari uraian singkat tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa prasangka sosial terjadi disebabkan adanya perasaan berbeda dengan orang lain atau kelompok lain. Selain itu prasangka sosial disebabkan oleh adanya proses belajar, juga timbul disebabkan oleh adanya perasaan membenci antar individu atau kelompok misalnya antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas.
Rose, (dalam Gerungan, 1991) menguraikan bahwa faktor yang mempengaruhi prasangka sosial adalah faktor kepentingan perseorangan atau kelompok tertentu, yang akan memperoleh keuntungan atau rezekinya apabila mereka memupuk prasangka sosial. Prasangka sosial yang demikian digunakan untuk mengeksploitasi golongan-golongan lainnya demi kemajuan perseorangan atau golongan sendiri.
Prasangka sosial pada diri seseorang menurut Kossen, (1986) dipengaruhi oleh ketidaktahuan dan ketiadaan tentang obyek atau subyek yang diprasangkainya. Seseorang sering sekali menghukum atau memberi penilaian yang salah terhadap obyek atau subyek tertentu sebelum memeriksa kebenarannya, sehingga orang tersebut memberi penilaian tanpa mengetahui permasalahannya dengan jelas, atau dengan kata lain penilaian tersebut tidak didasarkan pada fakta-fakta yang cukup. Selanjutnya Gerungan, (1991) menguraikan bahwa prasangka sosial dipengaruhi oleh kurangnya pengetahuan dan pengertian akan fakta-fakta kehidupan yang sebenarnya dari golongan-golongan orang yang diprasangkainya.

Dari uraian tersebut di atas dapat disarikan bahwa prasangka sosial yang merupakan tindakan menghukum sebelum memeriksa dengan baik yang dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni kurangnya pengetahuan dan pengertian seseorang yang berprasangka terhadap obyek atau subyek yang diprasangkainya, sehingga memberi penilaian tanpa didasarkan akan fakta-fakta yang sebenarnya. Selain itu faktor komunikasi, peranan kelompok, pendidikan, baik pendidikan formal maupun pendidikan non formal juga mempengaruhi prasangka sosial dalam diri seseorang.
4. Dampak Prasangka Sosial
Prasangka sosial menurut Rose, (dalam Gerungan, 1981) dapat merugikan masyarakat secara dan umum dan organisasi khususnya. Hal ini terjadi karena prasangka sosial dapat menghambat perkembangan potensi individu secara maksimal.
Selanjutnya Steplan et all, (1978) menguraikan bahwa prasangka sosial tidak saja mempengaruhi perilaku orang dewasa tetapi juga anak-anak sehingga dapat membatasi kesempatan mereka berkembang menjadi orang yang memiliki toleransi terhadap kelompok sasaran misalnya kelompok minoritas.
Rosenbreg dan Simmons, (1971) juga menguraikan bahwa prasangka sosial akan menjadikan kelompok individu tertentu dengan kelompok individu lain berbeda kedudukannya dan menjadikan mereka tidak mau bergabung atau bersosialisasi. Apabila hal ini terjadi dalam organisasi atau perusahaan akan merusak kerjasama. Selanjutnya diuraikan prasangka sosial dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama karena prasangka sosial merupakann pengalaman yang kurang menyenangkan bagi kelompok yang diprasangkai tersebut.
Kesimpulan yang dapat diambil dari uraian tentang dampak prasangka sosial di atas adalah bahwa dengan adanya prasangka sosial akan mempengaruhi sikap dan tingkah laku seseorang dalam berbagai situasi. Prasangka sosial dapat menjadikan seseorang atau kelompok tertentu tidak mau bergabung atau bersosialisasi dengan kelompok lain. Apabila kondisi tersebut terdapat dalam organisasi akan mengganggu kejasama yang baik sehingga upaya pencapaian tujuan organisasi kurang dapat terealisir dengan baik

Tidak ada komentar: